By : Daniel Lim
Dingin. Itulah kata yang pertama kali diucapkan apabila seseorang bertemu dengan Andre. "Sok banget sih murid itu. Udah tau murid baru!" Linda kelihatan kesal setelah dicuekin oleh Andre dan aku hanya tersenyum kecil. Kami menyebutnya si kepala es karena sikapnya yang terlalu dingin. Dia adalah murid baru, pindahan dari sekolah ternama di Jakarta. Ia pindah ke Medan karena ayahnya dipindahtugaskan ke Medan.
Banyak murid yang tidak menyukai Andre, si kepala es. Tapi dibalik itu semua, aku hanya bisa bersikap secara netral. Saat pulang sekolah, aku mencoba untuk mengikutinya. Dia terlihat santai mengenggam sebuah kotak berukuran kecil. Aku yang penasaran hanya bisa melihatnya dari jarak yang lumayan jauh. Tiba-tiba ia berbelok ke sebuah gang kecil dan kebetulan sekali sebuah mobil melintas di hadapanku sehingga kehilangan jejaknya.
Aku pun pulang dengan tangan kosong. "Nak, ayo makan." Suara ibuku membuat lamunanku terhenti. Aku pun mengambil piring serta sendok untuk makan. Di pikiranku terus terbayang akan kotak kecil yang dipegang Andre. Keesokan harinya, aku dan teman-temanku berangkat sekolah. Kebetulan sekali, kami bertemu Andre dengan headset yang terpasang di telinganya dan tentunya ia tetap mengenggam kotak kecil bewarna hitam itu.
Tampak temanku mulai membicarakannya. Aku kembali melamun dan tiba tiba "Dorr..." Sebuah balon meletus dan membuatku kaget dan tentunya ini adalah pekerjaan Andi, orang terjahil di kelasku. Sesampainya di sekolah, aku duduk dan memerhatikan Andre dari jauh dimana ia membuka kotak hitam kecil. Aku yang penasaran segera mendekatinya dan tiba-tiba Pak Zukarnain yang terkenal galak pun masuk dan aku segera menuju bangku. Seperti biasa, Pak Zukarnain tetap memasang muka galak tapi itu tak menghentikanku untuk tetap penasaran.
Waktu pulang sekolah tiba, aku kembali mengikuti Andre. Tapi kali ini aku ketahuan olehnya. Dengan nada setengah berteriak ia berkata kepadaku "Kenapa kau mengikutiku ? Apakah kau penasaran terhadap kotak ini ?" Aku hanya bisa mengangguk kecil dan kemudian membuka kotak itu sambil berkata "Kalau kau memang ingin mengetahuinya, aku akan mengatakannya." Matanya mulai berkaca-kaca, ia kembali melanjutkan katanya "Ini adalah sebuah surat kecil dari ibuku. Aku terakhir melihatnya 2 tahun yang lalu kemudian ia pergi ke Makassar. Lama aku tak mengetahui kabarnya dan tiba-tiba sepucuk surat datang ke rumahku di Jakarta. Aku mengira itu adalah surat rindunya tetapi malahan itu adalah perkataan terakhirnya untukku." Andre pun menangis tersedu-sedu "Aku merindukannya sehingga aku terus menyimpan surat ini. Ibuku telah tiada. Dia telah tiada!" Tak terasa, mataku ikut mengeluarkan air mata dan aku pun berkata kepadanya "Biarlah dia pergi. Mungkin sekarang dia melihatmu dari sorga dan sedih karena melihatmu menangis." Tangisannya berhenti dan aku pun mengajaknya ke sebuah warung kopi. Disana aku mengetahui mengapa sikapnya dingin sekali. Itu karena ia terus memikirkan surat itu sampai sampai ia tidak mau bicara dengan teman barunya.
Keesokan harinya, sifatnya berubah 180 derajat. Dari dingin menjadi panas, itulah perkataan teman-temanku dan aku hanya bisa tersenyum kecil. Tiba-tiba Andi berteriak "Oii, Eddi. Kamu pake jurus apa sih ?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar