Minggu, 01 Maret 2015

Cerita Misteri - You Will Never Alone

Hari-hari begitu bahagia ketika mengetahui bahwa orangtua ku dari Chengdu akan membelikan sebuah rumah untukku di desa Hayashima, sekitar 1 jam perjalanan bus dari Tokyo. Ketahuilah, saya hanya seorang lajang dari daratan Tiongkok yang berusaha mencari nafkah di Jepang. Setelah lulus kuliah, saya bekerja di pabrik kain milik Tuan Ikada yang merupakan sahabat baik ayahku. Pabrik kain itu terletak di desa Hayashima dan saya terpaksa harus menumpang di rumah Tuan Ikada.

"Lin," ucap Tuan Ikada saat aku sedang menghitung uang di kantornya,"aku dengar orangtuamu akan membelikan dirimu sebuah rumah." "Iya, tentu saja, aku hanya ingin tidak menyusahkan Anda," ucapku dengan senyum. "Kalau begitu, aku mengucapkan selamat," ucapnya sembari pergi keluar. "Terima kasih banyak, Tuan!" Aku bergegas untuk pulang dan menyiapkan segala sesuatu yang harus kubawa ke rumah baru ku besok.

Keesokan harinya, Tuan Ikada dan putrinya, Ikada Mei dengan baik hati mengantar diriku ke rumah baru itu. Rumah baru itu terletak sekitar 15 menit perjalanan kaki dari pabrik Tuan Ikada. Aku keluar dan melihat sebuah rumah yang sederhana itu. Eksterior rumah tersebut memiliki desain hampir mirip dengan rumah semi-permanen yang pernah kulihat di acara televisi Amerika Serikat. Rumah itu dikelilingi oleh padang rumput luas dengan beberapa pohon besar di belakangnya. Jarak dengan rumah tetangga sekitar 5 menit perjalanan. Memang agak sepi tetapi cukup bagus untuk pegawai pabrik sepertiku. Aku mengucapkan terima kasih pada Tuan Ikada dan memasuki rumah tersebut.

Interiornya lebih bagus daripada yang ku duga. Desain klasik Jepang abad ke-16 dan dapurnya menggunakan konsep Eropa abad ke-20. Sungguh luar biasa!

Aku merebahkan diriku di tempat tidur dan ku biarkan pintu kamar terbuka agar udara bisa masuk. Aku pun tertidur. Setelah beberapa lama, aku terbangun dan melihat jam. Ternyata sudah pukul 5 pagi. Aku harus bersiap-siap ke pabrik untuk bekerja. Ku buka pintu kamar dan kemudian bergegas ke pabrik.

Untungnya, paman yang bekerja di kedai mi di depan pabrik kebetulan lewat di depan rumahku dan mengantar ku. Awalnya dia heran mengapa aku keluar dari rumah tersebut karena ia sendiri tahu bahwa aku tinggal di kediaman Tuan Ikada. Aku lantas menceritakan bahwa aku sudah tinggal disana. Wajahnya berubah pucat dan berkeringat. Aku heran dan ia hanya berkata tidak ada.

Aku sampai di pabrik dan bergegas ke kantor, melanjutkan pekerjaanku sebagai bendahara pabrik itu. Beberapa karyawan pabrik yang lebih senior melewati ku sambil mengucapkan selamat pagi kepadaku. Tetapi aku tahu bahwa mereka sedang menyembunyikan sesuatu, terlihat dari muka canggung dan keringat yang mengalir pada mereka. Tetapi aku bersikap apatis. Bukankah para orang tua memang memiliki banyak rahasia kepada orang muda seperti ku.

Hari kerja telah selesai dan aku pulang ke rumah dengan semangat. Berharap dapat menonton serial televisi yang menjadi favorit. Aku terperanjat ketika menemukan bahwa televisi milikku yang semula berada di ruang depan menjadi terletak di dekat dapur. Aku mengambil tongkat golf dan beranggapan bahwa seorang penguntit atau perampok telah berhasil memasuki rumahku. Tetapi hasilnya nihil, tidak ada barang yang hilang, hanya televisi yang berpindah tempat. Segera ku telepon polisi dan membiarkan mereka memeriksa rumahku. Mereka bilang tidak ada tanda-tanda perampokan dan sama sekali tidak ada sidik jari. Mereka akhirnya pergi dan membiarkan ku merinding ketakutan.

Aku duduk termenung di sofa dan masih memikirkan peristiwa tersebut. Aku berusaha memikirkan alasan logis mengapa televisi itu bisa berpindah tanpa ada yang menyentuhnya. Setelah sekian lama, aku masih belum dapat alasan yang tepat. Akhirnya, aku memutuskan untuk tidur di kamar.

Aku menyalakan radio. Alunan musik Jepang klasik berbunyi pelan membuatku semakin mengantuk. Jam berdetak dengan keras sebelum akhirnya semakin kencang. Alunan radio berubah menjadi statis, lebih terdengar seperti suara perempuan yang sedang tertawa. Tubuhku tak bisa digerakkan dan sesosok prajurit yang mirip tentara Amerika saat Perang Dunia II di film-film sejarah muncul membawa senapan mesin. Wajahnya berdarah-darah sebelum akhirnya menembakkan peluru dari senapan mesin miliknya ke arah ku. Aku terbangun. Itu hanya mimpi buruk.

Agar bisa mengurangi ketakutan, aku menyalakan radio dan musik Jepang klasik itu kembali mengalun. Ku lihat ke arah jam dan ternyata sudah pukul 7 pagi, aku sudah terlambat satu jam.

Aku berlari sepanjang jalan dengan tergesa-gesa sampai aku lupa mengunci pintu rumah. Aku akhirnya sampai ke pabrik. Tuan Ikada hanya menegur dan bertanya apakah gerangan.

"Tidak, Tuan. Aku bermimpi buruk semalam," ucapku terbata-bata. "Tidak apa-apa," ucapnya sembari melangkah keluar. Tingkah lakunya terlihat aneh. Aku melanjutkan pekerjaanku dan karyawan senior itu kembali mengucapkan selamat pagi kearah ku. Aneh, mereka dulunya tidak seperti itu.

Aku membuka kunci rumahku dan kembali menonton televisi. Acara televisi itu berjudul "American WW2" yang bercerita tentang Perang Dunia kedua dalam teater pasifik. Tiba-tiba televisi menjadi statis kemudian muncul kembali dengan wajah seorang prajurit Amerika. Aku terkejut karena wajah itu adalah wajah yang ku temui saat mimpi itu. Program televisi itu kembali berjalan seperti semula. Aku tak tahan lagi!

Aku segera ke kamar dan tidur lebih awal. Tetapi seperti ada sebuah kekuatan yang membuatku tetap terjaga. Saat itu sepi. Angin dari padang rumput masuk melalui ventilasi dan mendinginkan kamar sehingga hawa yang kuterima semakin mencekam. Tiba-tiba televisi di ruang depan menyala sendiri, diikuti dengan peralatan yang terpelanting sana dan sini. Aku sudah tak tahan lagi. Ada yang tidak beres di rumah ini.

Keesokan harinya, aku tak masuk kerja tetapi aku pergi ke Tokyo untuk berlibur. Aku memesan sebuah kamar hotel di distrik yang ramai di kota itu. Aku berada disana selama tiga hari dan tidak ada yang aneh selama aku disana. Sudah ku duga bahwa rumah itu tidak beres.

Hari ketiga di Tokyo, aku berusaha untuk tidur. Aku tak mau keluar untuk menikmati kehidupan malam disana. Udara dingin dari ketinggian lantai 10 hotel ini sungguh menyejukkan. Aku terbangun tatkala seseorang berbisik di telingaku, "pulang... pulang..." Aku menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada siapapun kecuali diriku sendiri.

Esoknya, aku keluar dari hotel tersebut dan bergegas pulang ke Hayashima. Aku masih memikirkan perihal suara aneh saat berada di hotel itu. Aku tak langsung ke rumah melainkan aku singgah terlebih dahulu di rumah Tuan Ikada. Putri Tuan Ikada membukakan pintu untukku. "Silahkan duduk," ucapnya manis. Aku duduk dan membaca koran yang terdapat di meja. Tak lama kemudian Tuan Ikada menghampiri ku.

"Lin-san, selamat datang kembali," ucapnya, "aku mengerti peristiwa yang menimpamu".

'Terima kasih, Ikada-san. Aku berusaha untuk tetap tenang," aku berusaha terlihat tegar.

"Kau membutuhkan seorang pasangan hidup," ia melirik ke arah putrinya.

Aku tersenyum sambil mengucapkan terima kasih padanya. Ikada Mei adalah sosok perempuan yang sudah lama aku cintai. Dan ayahnya baru saja memberikan ku lampu hijau.

Aku hanya berpacaran dengannya sekitar 1 tahun lalu kita menikah. Selama satu tahun kita bersama, hal-hal aneh tidak pernah kurasakan. Entah apa para arwah sudah mau mengganggu ku atau perasaan bahagia ku yang mengabaikan hal itu semua. Aku dan Mei menikah di gereja desa Hayashima. Aku melihat Tuan Ikada tersenyum bahagia.

Hari-hari berlalu dengan cepat saat bersamanya. Tetapi ada sesuatu yang aneh, yakni setiap subuh Mei selalu pergi ke ruang belakang rumahku. Aku tak mau bertanya kenapa karena takut ia kehilangan nyali.

Setelah beberapa bulan, gangguan itu kembali terjadi.

Tentara Amerika itu menjadi sangat sering masuk ke dalam mimpiku. Kemudian muncul lima sampai enam tentara Jepang dengan seragam perang era Perang Dunia II. Kemudian ada lagi beberapa orang yang berpakaian lusuh sambil membawa golok dan senapan. Lama kelamaan aku semakin tidak tahan. Istriku mendekati ku dan berusaha untuk menenangkan diriku, tetapi yang kulakukan adalah menampar wajahnya. Hal itu kulakukan tanpa sengaja. Serasa sebuah kekuatan mengendalikan ku dari dalam. Ia berteriak kepadaku dengan air mata bercucuran di matanya. Aku tak dapat menghentikannya.

"Engkau iblis!" Itu adalah kata terakhirnya sebelum meninggalkan rumah.

Aku kembali sendiri dan menyangka dirinya akan kembali. Tetapi setelah 5 hari, Mei tidak kunjung pulang bahkan aku sudah ke rumah Tuan Ikada untuk mencarinya tetapi ia tidak pulang ke rumah ayahnya. Akhirnya, aku mengerahkan seluruh penduduk desa untuk mencarinya. Mei berhasil ditemukan di hutan yang lokasinya sekitar 30 menit jalan kaki dari desa. Ia berusaha bunuh diri sebelum para penduduk desa menahannya. Aku memeluknya tetapi ia mendorong ku dan berteriak, "Siapa perempuan itu!" Aku bingung karena selain dirinya, aku tak berhubungan dengan wanita lain. "Sayang, ini salah paham! Aku bahkan tak pernah berbicara dengan seorang perempuan muda di desa ini selain dirimu," aku menenangkan dirinya tetapi Mei masih menangis. Beberapa penduduk desa melihat dengan mata kasihan kearah kami.

Aku membawa Mei pulang. Tetapi ia tidak mau berbicara kepadaku. Ketika aku memasuki rumah, posisi televisi kembali berpindah lagi. Apa yang terjadi di rumah ini? Aku sudah semakin penasaran tetapi aku masih belum berani menanyakan kepada tetangga sekitar karena takut ditertawakan.

Kehidupan kami begitu kacau saat itu, Mei selalu berusaha bunuh diri tetapi berhasil ku gagalkan. Ia menampar ku dan berkata bahwa ia melihat aku bercumbu dengan wanita lain di kamar. Aku terkejut bukan main, aku bahkan tak pernah mengenal wanita muda lain di desa ini selain dirinya.

Suatu hari saat aku sedang menonton televisi, aku melihat sesosok wanita berambut panjang yang merangkak di lantai. Wajahnya cantik jelita. Ia datang ke hadapanku dan berusaha mencium ku. Aku mendorongnya dan wajahnya terlihat marah. Wajahnya yang cantik jelita menjadi sosok yang mengerikan. Hancur dengan mata yang tidak ada. Dia menghilang setelah istriku pulang ke rumah. Istriku melihat ku dan ia kembali menangis. Ia kembali berkata bahwa aku bercumbu dengan wanita lain dan wanita itu kabur melalui pintu belakang. Aku terkejut bukan main dan berusaha memberitahu dirinya semua. Mulai dari tentara Amerika, Jepang, sampai dengan orang-orang yang membawa golok dan senapan.

Sejak saat itu, istriku selalu terlihat ketakutan. Ia bahkan mengaku melihat pria yang berusaha untuk menidurinya. Aku sudah tidak tahan akan hal ini sehingga aku mengajak seorang paranormal yang cukup terpandang di Hayashima.

"Rumahmu sangat aneh. Setan itu tetap ingin di rumahmu. Aku tak mau mengusir mereka. Tidak!!!" Paranormal itu terjatuh dan langsung terkena serangan jantung. Kami berusaha membawanya ke rumah sakit namun terlambat, paranormal itu telah tewas.

Hari-hari ku lewati dengan Mei yang selalu berteriak saat ia melihat sesuatu. Aku juga selalu melihat tentara itu. Kadang tentara itu muncul sekilas, kadang juga bertahan lama berdiri di sudut ruangan. Kemudian muncul lagi sesosok kepala yang melayang-layang tanpa badan. Kadang juga ada makhluk yang membawa kepalanya sendiri.

Aku pulang dari kerja dan merebahkan diriku di sofa. Aku memanggil Mei berkali-kali untuk membawakan ku minum tetapi tak ada jawaban. Aku merasa aneh dan memeriksa kamar. Aku terkejut, ketakutan, dan sedih di waktu yang bersamaan. Mei bunuh diri dengan cara menggantung dirinya sendiri. Tertulis sepucuk surat kematian yang hanya bertuliskan, "Engkau tak mencintaiku lagi, engkau iblis yang berhasil membunuhku!" Aku menangis sedih dan beberapa tetangga datang karena penasaran mengapa aku menangis begitu kencangnya. Mereka juga ikut terkejut dan beberapa orang yang tua disana saling berbisik-bisik.

Pemakaman Mei dilakukan dengan lancar siang itu. Beberapa tetangga mengucapkan belasungkawa kepadaku. Aku masih sedih mengingat Mei yang kuharap menjadi pendamping hidupku malah berakhir dengan tragis. Rasa takut ku serasa menjadi kemarahan saat itu. Aku masuk ke rumah dan berteriak dengan tidak jelas.

"Dasar arwah bodoh! Kalian baru saja membunuh seseorang yang sangat ku cintai! Dasar bodoh! Bila aku di dunia kalian, akan kubunuh dan kubiarkan kalian reinkarnasi menjadi babi dan anjing paling terkutuk!" Aku berteriak dengan emosi yang sudah tidak dikendalikan.

Tiba-tiba pintu rumahku dibanting dengan keras. Kulihat sosok yang sepertinya ku kenal. Itu Tuan Ikada! Dia terlihat sangat marah. Tuan Ikada masuk kemudian berteriak, "Kau sudah membunuh anakku!" "Ikada-san, itu hanya salah paham," aku berusaha meyakinkan dirinya. "Mengapa kau bercumbu dengan wanita itu?" Dia memukul ku tepat di wajah. Aku tersudut di sudut rumah.

Bersamaan dengan hal itu, aku melihat wanita yang merangkak di lantai saat itu. Kemudian tentara Amerika dan Jepang itu serta beberapa orang yang membawa golok dan senapan. Di belakang mereka semua, kulihat Mei dengan mata kosong menangis. Ia sama sekali tidak mempunyai mata.

Aku kabur melalui pintu belakang. Tuan Ikada dan para arwah itu mengejar ku. Aku berlari sampai rumah Tuan Asano, tetanggaku.

"Ada apa?" ucapnya.

"Tolong ceritakan kepadaku tentang rumah itu," aku tak peduli lagi.

Ia tertunduk dan mulai bercerita, "Aku tahu aku tak bisa menyembunyikan ini semua. Rumah itu berhantu karena rumah itu adalah kuburan!" Aku terkejut bukan main.

Ia melanjutkan, "Setelah Perang Dunia II, beberapa orang Jepang yang tidak terima membunuh seorang tentara Amerika yang bertugas disini. Akhirnya terjadi perang yang menewaskan enam orang tentara Jepang dan semua pemberontak yang menyebabkan kekacauan tadi di eksekusi. Beberapa dipenggal."

"Kemudian," lanjutnya,"mayat orang yang terbunuh itu dikuburkan di tanah ini termasuk seorang wanita yang ikut menjadi korban bejat dari pemberontak itu. Mereka dikuburkan dengan massal. Pemilik tanah tak mau mengambil resiko dengan memberitahu sejarah kelam tempat ini sehingga ia menjual rumah itu dengan murah."

Aku menjadi kaku saat mendengarkan ceritanya. "Wanita itu menyukaimu," ucapnya. Aku terkejut, "mengapa kau bisa tahu?" Ia mengambil beberapa foto kuno dan menunjukkan kepadaku. Seorang yang mirip wajah wanita yang pernah kulihat itu dengan seorang laki-laki yang mirip denganku, iya memang sangat mirip denganku. "Ini adalah foto paman dan bibi ku, wanita yang terbunuh itu adalah bibi ku, saudara perempuan ayahku, suaminya berasal dari daratan Tiongkok bermarga Lin," dia melanjutkan, "Ia mungkin merasa dirimu sangat mirip dengan suaminya sehingga ia menyukaimu. Itulah yang mungkin membuat istrimu sering melihat dirimu bercumbu dengannya."

Aku merebahkan diriku di sofa. 'Aku harus mengatakan hal ini kepada Tuan Ikada," ucapku tiba-tiba. Aku melihat wajah Tuan Asano berubah, ia terlihat sangat terkejut. "Tuan Ikada?" ucapnya dengan ketakutan, "bukankah ia sudah meninggal?"

Aku tiba-tiba lemas mendengar hal itu. "Tidak mungkin!" aku masih tidak dapat percaya. "Apakah kau tak ingat?" lanjutnya,"Tuan Ikada menuliskan di surat wasiatnya agar kamu menjadi pemilik pabrik itu. Bahkan aku melihat beberapa senior mengucapkan selamat pagi sambil menunduk di hadapanmu. Kau juga yang telah mengizinkan putrinya memakamkan Tuan Ikada di rumahmu saat kau memutuskan untuk menikahi putri Tuan Ikada!"

Aku tak sanggup berkata lagi. Aku akhirnya tahu mengapa Mei selalu pergi ke ruang belakang saat subuh. Ia melanjutkan, "Apa yang terjadi denganmu sampai kau begini?" Aku menatap dirinya dengan takut. Aku bahkan sudah takut melihat manusia.

Beberapa jam kemudian aku sudah sadar. Aku memutuskan menjual rumah ku dan pulang ke Chengdu. Aku menjual seluruh isi rumah itu. Pengangkatan jenazah dilakukan dan dimakamkan di tempat yang layak. Makam Tuan Ikada dipindahkan ke samping makam Mei. Aku pun mendapatkan kabar mengapa televisi ku selalu berpindah sendiri. Beberapa orang yang sudah lama tinggal di Hayashima mengatakan bahwa tentara Jepang yang pernah bertempat disini senang menonton televisi. Mungkin saja tentara Jepang yang tinggal di rumah itu suka dengan televisi milikku.

Setelah semua urusan selesai, aku pulang ke Chengdu. Aku bertemu orangtua ku dan saudariku. Aku memutuskan untuk memulai kehidupan baru.

Semua peristiwa ini membuatku sangat lelah. Aku merebahkan diri di tempat tidur. Saat aku memejamkan mata, kudengar sebuah bisikan pelan, "Engkau tidak akan pernah sendiri."

Sumber gambar : imgur.com

Tidak ada komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Jangan Lupa Kalo Memang Suka Like Aja !!!

×

Powered By CLUSM and Skyzone GC

Tentang CLUSM

Blog CLUSM menyediakan informasi terbaik untuk Anda. Ingin lebih dekat dengan CLUSM? Silahkan kirimkan pesan Anda di Facebook CLUSM.
Designed By Blogger Templates