Demikian sepenggal cerita dari seorang veteran bernama Anwar Soeryadi yang merupakan pasukan PETA yang berada dibawah pimpinan Supriyadi. Usahanya membela Indonesia sangatlah dramatis bila ditelusuri. Pada tahun 1918, Anwar lahir di sebuah desa. Ayahnya adalah seorang tentara yang bekerja kepada Hindia-Belanda bahkan ayahnya pernah dikirim ke Eropa untuk melawan tentara Jerman pada Perang Dunia pertama.
Anwar mencontoh sikap patriotik ayahnya di medan perang. Saat itu, Hindia-Belanda masih bertahan di Nusantara. Rakyat merindukan sebuah sosok negara yang bisa mengalahkan Belanda di Nusantara. Meski ayahnya adalah seorang prajurit yang berkerja dibawah Hindia-Belanda ia juga sering berkata kepada Anwar "Andaikan bangsa ini memiliki sebuah negara pastinya kita tidak akan hidup dalam kesusahan." Sayang, pada tahun 1942, Jepang tiba tiba menyerbu pangkalan militer Belanda di Indonesia. Ayahnya terpaksa diikutkan ke medan perang dan saat itu ayahnya tidak pernah kembali lagi menyusul menyerahnya Belanda di Kalijati.
Awalnya, rakyat senang dengan kedatangan negara matahari terbit ini. Anwar melihat banyak poster poster yang terpampang di sekujur badan jalan. Saat itu, ia hanya berumur 15 tahun dan tiba tiba gerombolan pasukan Jepang bersama seorang penerjemah mendatangi rumahya dan berkata "Maaf, tapi anak yang berusia diatas 13 tahun harus mengikuti latihan militer." Anwar melihat ibunya tersungkur di tanah sambil menangis menatap anak satu satunya itu harus pergi ke medan perang.
Selama di instalasi militer, Anwar hanya memakan satu piring setiap harinya dan itu membuat semakin kurus tapi jiwa patriotiknya tetap ada bahkan menyulut sebuah api didalam hatinya untuk membebaskan bangsa ini dari belenggu bangsa lain.
Hari berlalu dan berlalu sampai akhirnya angkatan laut secara tiba tiba muncul di Filipina dan Anwar harus diikutkan untuk membantu Jepang dalam melawan Amerika Serikat. Pesawat tempur berterbangan diatas pasukan pribumi yang membantu Jepang meski tidak digaji. Desingan peluru kembali terdengar menembus beberapa pasukan Jepang dan pasukan pribumi yang tengah berperang.
Jepang berhasil menang dan mempermalukan Amerika Serikat. Anwar dan teman temannya yang tersisa kembali pulang ke negeri mereka dan sejak saat itu Anwar telah merasakan bagaimana kejamnya medan perang. Dia kembali mengingat perang tersebut dimana ia melihat seorang pasukan Amerika Serikat yang telah menyerah ditembak oleh pasukan Jepang. Anwar hanya bisa diam karena saat itu dia tidak mempunyai kendali penuh.
14 Februari 1945, Supriyadi, pimpinan Anwar memutuskan untuk memberontak kepada Jepang karena sudah tidak tahan atas perilaku mereka yang menjatuhkan moral bangsa Indonesia. Supriyadi dan beberapa anggota PETA lainnya menyerang Jepang di Blitar. Anwar merasa ini adalah perang yang tidak seimbang dimana anggota PETA yang sedikit harus melakukan perlawanan terhadap Jepang yang banyak.
Supriyadi |
Sejak saat itu, Musashi dan Anwar menjadi kawan baik yang senantiasa membahas tentang hal militer. Tapi sayang, pada 6 dan 9 Agustus 1945, 2 kota besar di Jepang dibom atom oleh piahk sekutu dan Jepang kemudian menyerah kepada Sekutu itu membuat ia harus berpisah dengan Musashi. Tetapi di sisi lain, Indonesia menghadapi babak baru yakni kemerdekaannya. Anwar juga ikut dalam pembacaan proklamasi di rumah Soekarno dan ia berkata "Ayah, sayang sekali engkau tak bisa melihat ini."
Proklamasi kemerdekaan RI |
Anwar yang ikut dalam pertempuran melihat rumah kekasihnya dikepung oleh Sekutu dan ia berseru "Linda, cepat naik!" Kekasihnya yang sedang berlari untuk mendapatkannya ditembak oleh seorang Sekutu dan tewas seketika bersamaan dengan keluarganya. Anwar yang didera emosi segera turun dari mobil dan menembaki pasukan Sekutu dengan sangat berani. Kawan kawannya segera menolongnya. Hatinya sangat marah dan sebuah peluru melaju kearah kakinya membuat ia harus pincang untuk selamanya. Ia dan beberapa kawannya selamat dari pertempuran tersebut dan terlihat pasukan kavaleri dan infanteri Sekutu berangsur-angsur pulang. Tak lama setelah Pertempuran Surabaya, ibunya meninggal dunia karena TBC. Ia pun harus kehilangan 2 orang yang ia kasihi yakni ibu dan kekasihnya.
Ia pun ditolak oleh militer karena kakinya dan ia harus rela dipecat. Tidak ada orang yang menyukainya bahkan diejek pincang oleh tetangga dan kerabatnya. Meski pincang, ia sudah banyak berjasa bagi Indonesia. Hari, bulan, dan tahun kembali berlalu dan 68 tahun kemudian. Ia telah tua dan sudah tak bisa berjalan lagi. Meski ia adalah veteran tapi tidak ada yang melirik kepadanya bahkan pemerintah pun tidak perhatian kepadanya. Ia hidup sendirian karena tidak mempunyai istri dan anak dan para kerabatnya hilang entah kemana. Anwar hanya hidup di sebuah gubuk kecil dalam keadaan yang amat tersiksa dan baju yang ia miliki hanya baju militernya. Ini membuat hatinya sakit dan berharap ia bisa mati di medan perang, 68 tahun yang lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar