Senin, 22 September 2014

Cerpen - Supir Taxi dan Wanita Tua


Catatan Penulis :

Cerita sedih dan menginspirasi ini saya dapatkan di 9gag.com, sebuah situs gambar-gambar lucu tetapi kadangkala ada member yang mengirimkan cerita-cerita sedih dan menginspirasi. Selain ceritanya yang dapat mengalirkan air mata, cerpen ini juga sangat menginspirasi. Terutama menginspirasi kita bahwa hidup ini memiliki berbagai keindahan di dalam apa yang orang lain pikirkan sebagai hal yang remeh. Selamat membaca!

Ada suatu saat di dalam hidupku dimana aku mengendarai taksi untuk kehidupan di kota New York, tempat dimana banyak hal yang gila terjadi. Tetapi tidak ada yang mempersiapkanku untuk malam dimana aku menjemput seorang wanita dan dia memulai berterima kasih kepadaku.
Aku sampai di alamat tujuan dan membunyikan klakson. Setelah menunggu beberapa menit aku membunyikan klakson sekali lagi. Karena ini adalah shift terakhir, aku lebih baik meninggalkannya, tetapi malah aku memarkirkan mobil dan turun untuk mengetuk pintu. "Sebentar" Jawab suara lemah, suara orang tua. Aku bisa mendengar sesuatu diseret sepanjang lantai.

Setelah beberapa lama, pintu terbuka. Seorang wanita berumur 90'an berdiri di hadapanku. Dia memakai gaun cetak dan topi kotak pil, dengan kerudung disematkan diatasnya. Seperti di film-film 1940'an.

Disampingnya tergeletak sebuah tas nilon kecil. Apartemennya terlihat seperti tidak ditinggali selama bertahun-tahun. Semua perabotan ditutup dengan kain.

Tidak ada jam di dinding, tidak ada pernak-pernik dan peralatan di meja. Di sudut hanya ada kardus berisi foto-foto dan barang pecah belah.

"Maukah kamu mengambil tas saya ke mobil ?" Dia berkata. Aku mengambil tasnya ke dalam taksi dan kembali untuk mengantarnya.

Dia meraih lenganku dan kami berjalan perlahan melewati trotoar.

Dia terus berterima kasih atas kebaikanku. "Tidak apa-apa" Kataku kepadanya, "Aku hanya memperlakukan penumpangku seperti halnya aku memperlakukan ibuku."

"Oh, kamu sungguh anak yang baik" katanya. Setelah kita masuk ke dalam taksi, dia memberikanku alamat dan kemudian bertanya, "Bisakah kamu melewati pusat kota ?"

"Itu bukan jalan yang cepat" Aku menjawabnya dengan cepat.

"Oh, saya tidak keberatan" Katanya. "Saya sedang tidak terburu-buru. Saya dalam perjalanan menuju perawatan."

Aku melihatnya melalui kaca spion dalam mobil. Matanya berkaca-kaca. "Aku tidak punya keluarga lagi" Dia melanjutkannya dengan nada yang rendah, "Dokter bilang hidupku tidak akan lama lagi". Aku segera mematikan meteran.

"Rute apakah yang kamu ingin aku lewati ?" Tanyaku.

Selama dua jam, kami mengelilingi kota. Dia menunjukkan kepadaku sebuah gedung dimana dia pernah bekerja sebagai petugas lift.

Kami melewati lingkungan dimana dia dan suaminya pernah tinggal sebagai pasangan baru menikah. Dia juga membawaku menuju gudang perabot yang dulunya adalah aula dimana dia berdansa sebagai seorang gadis.

Kadang dia menyuruhku untuk perlahan di depan sebuah gedung tertentu atau simpang dan dia akan duduk menatap ke dalam kegelapan, tanpa berkata-kata.

Setelah sinar matahari tampak di cakrawala, dia tiba-tiba berkata, "Aku lelah. Ayo pergi." Kami pergi dengan kesunyian menuju alamat yang ia berikan. Itu adalah bangunan yang rendah, seperti rumah pemulihan kecil, dengan jalan yang lewat di bawah serambi.

Dua perawat datang ke taksi segera setelah kita sampai. Mereka tertib dan sungguh-sungguh, melihat segala pergerakannya. Mereka pasti sudah menunggunya.

Aku membuka bagasi dan mengambil tas kecil itu ke pintu. Wanita tua itu sudah ditempatkan di kursi roda.

"Berapa banyak aku berutang kepadamu ?" Dia bertanya, memasukkan tangannya ke dalam tas.

"Tidak ada" Kataku.

"Kamu harus mencari nafkah" Jawabnya.

"Masih ada penumpang lain" Responku

Hampir tanpa berpikir terlebih dahulu, aku membungkuk dan memeluknya. Dia memegangku erat.

"Kamu memberikan seorang wanita tua sedikit kebahagiaan" Katanya, "Terima kasih".

Aku meremas tangannya, dan berjalan menuju samar-samar cahaya pagi. Di belakangku, pintu ditutup. Itu adalah suara penutupan sebuah kehidupan.

Aku tidak mengantar penumpang lagi selama shift tersebut. Aku mengendarai tanpa tujuan dan kehilangan akal. Selama hari itu, aku susah untuk berbicara. Bagaimana jika wanita tua itu mendapat seorang supir yang sedang marah, atau seorang yang tidak sabar untuk segera mengakhiri shiftnya ? Bagaimana jika aku menolak mengantarnya, atau membunyikan klakson sekali, kemudian meninggalkannya ?

Pada tinjauan singkat, Aku tidak berpikir bahwa aku telah melakukan sesuatu yang lebih penting dalam hidupku.

Kita dikondisikan untuk berpikir bahwa hidup kita berputar di sekitar momen yang besar.

Tapi momen besar sering menangkap kita tidak menyadari keindahan dibungkus dalam apa yang orang lain mempertimbangkannya sebagai hal yang kecil.

Sumber : 9gag.com

Diterjemahkan oleh : Daniel Lim

Tidak ada komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Jangan Lupa Kalo Memang Suka Like Aja !!!

×

Powered By CLUSM and Skyzone GC

Tentang CLUSM

Blog CLUSM menyediakan informasi terbaik untuk Anda. Ingin lebih dekat dengan CLUSM? Silahkan kirimkan pesan Anda di Facebook CLUSM.
Designed By Blogger Templates